Beranda | Artikel
Apakah Orang yang Tidak Mengerti Syarat Lailaha illallah Tidak Sah Syahadatnya?
Sabtu, 2 Juli 2022

Apakah Orang yang Tidak Mengerti Syarat Lailaha illallah Tidak Sah Syahadatnya?

Pertanyaan:

Apakah seorang Muslim harus mengetahui syarat kalimat tauhid Lā Ilāha illallāh? Apakah jika seseorang tidak mengetahuinya berarti kafir?

Jawaban:

Segala puji hanya bagi Allah.

Sebagaimana sudah diketahui dalam prinsip syariat Islam bahwa kalimat tauhid akan bermanfaat bagi orang yang mengucapkannya di akhirat sehingga dia menjadi penduduk surga dan selamat dari neraka jika dia mengerti artinya dan mengamalkan konsekuensinya.

Syeikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab raẖimahullahu taʿalā berkata,

“Dari Ubadah bin Shamit dia berkata, Rasulullah sallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من شهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدًا عبده ورسوله، وأن عيسى عبد الله ورسوله، وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ ، والجنة حق ، والنار حق ، أدخله الله الجنة على ما كان من العمل

‘Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya, bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya, bahwa Isa adalah hamba-Nya, utusan-Nya, kalimat-Nya yang ditiupkan kepada Maryam dan ruh dari-Nya, dan bahwa surga adalah kebenaran dan neraka suatu kebenaran, niscaya Allah akan memasukkan ke dalam surga sesuai dengan amalannya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Sabda beliau, 

من شهد أن لا إله إلا الله

“Barang siapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah, …” 

Maksudnya adalah barang siapa yang mengatakan kalimat ini dan mengerti maknanya dan mengamalkan konsekuensinya secara lahir dan batin, sebagaimana hal tersebut ditunjukkan dalam firman-Nya:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلاَّ اللهُ 

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah.” (QS. Muhammad: 19)

Juga firman-Nya,

إِلاَّ مَنْ شَهِدَ بِالْحَقِّ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Kecuali orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka mengetahuinya.” (QS. Az-Zukhruf: 86)

Sehingga mengucapkannya tanpa mengetahui maknanya dan tanpa menjalankan konsekuensinya tidak akan bermanfaat sama sekali, dan ini sudah disepakati para ulama. Selesai kutipan dari Taisīr al-ʿAzīz al-Ḥamīd. (hal. 50)

Namun mengetahui makna dan konsekuensinya ini wajib diketahui oleh seorang muslim secara umum saja. Hal itu sudah cukup, karena tidak ada riwayat dari Nabi sallallāhu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau meminta rincian syarat ini kepada setiap orang yang baru masuk Islam dengan rincian yang sudah dijelaskan dalam banyak kitab.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah raẖimahullahu taʿalā berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa setiap muslim wajib beriman dengan apa yang dibawa Rasulullah sallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan keimanan secara umum. Dan tidak diragukan juga bahwa memahami apa yang dibawa Rasulullah sallallāhu ‘alaihi wa sallam secara rinci hukumnya Fardhu Kifayah karena ini masuk dalam upaya mendakwahkan Islam yang dengannya Allah mengutus Rasulullah sallallāhu ‘alaihi wa sallam, termasuk mentadaburi al-Quran, mengilmui dan memahaminya, memahami al-Quran dan hadis, menghafalkan zikir, mengajak kepada kebaikan, memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, berdakwah kepada Allah dengan hikmah, nasehat yang baik dan debat cara yang terbaik, dan lain sebagainya yang telah Allah wajibkan untuk orang-orang yang beriman. Ini hukumnya Fardhu Kifayah, untuk sebagian mereka saja.” Selesai kutipan dari Darʾu Taʿāruḍi al-ʿAqli wan an-Naqli (1/51)

Seorang Muslim tidak harus menghafal syarat-syarat ini, dan tidak mengurangi kadar imannya jika dia tidak mengetahuinya, namun yang dituntut adalah mengamalkannya dan memperbaiki imannya.

Ini harus diamalkan seorang Muslim, walaupun dia orang awam, selama dia mengikatkan hatinya kepada kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, mengagungkan teks-teks syariat, dan mengamalkan apa yang bisa dipahami dari teks-teks tersebut semampunya.

Syeikh al-H̱afiḏ al-Hakami raẖimahullāhu ta’āla berkata,

“Kalimat Lā Ilāha illallāh (Tiada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah) tidak akan bermanfaat bagi seseorang jika hanya diucapkan saja, kecuali jika dia menyempurnakannya, yaitu dengan syarat-syarat ini. “Menyempurnakannya” maksudnya terkumpul semuanya dalam diri seorang hamba, dan mengamalkannya tanpa melakukan sesuatu hal yang membatalkannya. Namun, maksudnya bukan mengetahui jumlahnya dan menghafalnya, betapa banyak orang awam namun mereka mengamalkannya. Padahal jika mereka disuruh menyebutkannya, tidak bisa menjawab. Betapa banyak orang yang menghafalnya begitu lancar seperti anak panah yang meluncur, namun dia banyak melakukan perkara yang membatalkannya. Sungguh taufik ada di tangan Allah dan hanya Dia tempat memohon pertolongan.” Selesai kutipan dari Maʿārij al-Qabūl (2/418)

Syeikh Abdul ‘Aziz bin Baz raẖimahullāhu ta’āla berkata,

“Wajib bagi seluruh Muslim untuk merealisasikan kalimat ini dengan memperhatikan syarat-syaratnya. Ketika seseorang Muslim memahami maknanya dan istiqamah di atasnya, maka dia menjadi seorang Muslim yang haram darahnya dan hartanya walaupun tidak mengetahui rincian syarat-syarat ini karena tujuannya adalah mengetahui kebenaran dan mengamalkannya, walaupun dia tidak mengetahui rincian dari syarat tersebut.” Selesai kutipan dari Majmuʿ Fatāwā aš-Šeiẖ Ibn Bāz (7/58).

Akan tetapi, memahami syarat-syarat ini adalah Fardhu Kifayah, sehingga di tengah umat harus ada sebagian mereka yang memahaminya untuk diajarkan kepada manusia. Ini termasuk mendakwahkan Islam yang dengannya Allah mengutus Rasul-Nya ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam sebagaimana telah dijelaskan dalam perkataan Syeikhul Islam di atas.

Syeikhul Islam juga mengatakan, 

“Adapun yang menjadi kewajiban setiap orang, maka ini berbeda-beda tergantung kadar kemampuan, kebutuhan, keilmuan, dan segala hal yang telah menjadi kewajiban mereka. Sehingga, tidak wajib bagi orang yang tidak mampu mendengarkan ilmu dan memahaminya secara mendalam apa yang menjadi kewajiban orang yang mampu. Wajib bagi orang yang sampai kepadanya teks-teks syariat dan mampu memahaminya untuk mengetahui ilmu agama secara rinci, namun tidak wajib bagi yang tidak bisa mencapainya. Juga wajib bagi seorang mufti, ahli hadis, dan ahli debat, namun tidak wajib bagi orang selain mereka. Selesai kutipan dari Darʾu Taʿāruḍi al-ʿAqli wan an-Naqli (1/51)

Allāhua’lam.

Sumber: 

هل تجب معرفة شروط كلمة التوحيد؟

https://islamqa.info/ar/downloads/answers/290143

PDF sumber artikel


Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/38679-apakah-orang-yang-tidak-mengerti-syarat-lailaha-illallah-tidak-sah-syahadatnya.html